Pandangan Seorang Orang Tua: Pendidikan Pancasila dan Harapan untuk Anak-anak Kami. Sebagai orang tua, saya memandang Pendidikan Pancasila bukan sekadar mata pelajaran di sekolah, tetapi sebagai harapan besar bagi masa depan anak-anak kami. Di tengah dunia yang semakin kompleks dan penuh tantangan, nilai-nilai Pancasila menjadi jangkar moral yang kami harapkan dapat membimbing mereka dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Namun, ketika saya membaca dua pandangan berbeda tentang metode pembelajaran Pendidikan Pancasila—yang satu optimis dan mendalam, yang lain kritis dan reflektif—saya merasa keduanya memiliki kebenaran yang perlu dipertimbangkan secara bijak.
Pandangan pertama menyatakan bahwa metode pembelajaran yang mendalam dapat membuat siswa lebih aktif dan menumbuhkan sikap cinta tanah air. Sebagai orang tua, saya tentu mendukung pendekatan ini. Saya ingin anak saya tidak hanya menghafal lima sila, tetapi memahami maknanya, merasakannya, dan menghidupkannya dalam keseharian. Ketika guru mengajak siswa berdiskusi tentang keadilan sosial, toleransi, atau gotong royong, saya percaya anak saya belajar lebih dari sekadar teori—ia belajar menjadi manusia Indonesia yang utuh.
Saya juga melihat bahwa pembelajaran yang mendalam memberi ruang bagi anak untuk berpikir kritis, menyampaikan pendapat, dan berpartisipasi aktif. Ini sangat penting di era digital, di mana anak-anak terpapar berbagai informasi dan ideologi. Jika Pendidikan Pancasila mampu membekali mereka dengan nilai-nilai kebangsaan yang kokoh dan cara berpikir yang bijak, maka saya sebagai orang tua merasa tenang. Saya ingin anak saya tumbuh sebagai warga negara yang tidak hanya bangga menjadi orang Indonesia, tetapi juga berani memperjuangkan kebaikan bersama.
Namun, saya juga tidak menutup mata terhadap pandangan kedua yang lebih kritis. Ada kenyataan bahwa tidak semua guru mampu menerapkan metode pembelajaran yang mendalam. Saya pernah mendengar anak saya berkata bahwa pelajaran Pancasila terasa membosankan, hanya berisi hafalan dan tugas-tugas yang tidak bermakna. Ini membuat saya bertanya: apakah sistem pendidikan kita benar-benar memberi ruang bagi nilai untuk dihayati, atau hanya menjadi formalitas belaka?
Sebagai orang tua, saya juga khawatir jika anak-anak hanya diajarkan untuk menerima nilai tanpa ruang untuk bertanya atau berpikir berbeda. Saya ingin anak saya mencintai tanah air bukan karena dipaksa, tetapi karena ia memahami dan merasakan sendiri alasan untuk mencintai Indonesia. Jika ia melihat ketimpangan, korupsi, atau ketidakadilan, saya ingin ia berani bersuara dan bertindak, bukan diam karena takut melawan arus. Pendidikan Pancasila harus memberi ruang bagi keberanian moral, bukan sekadar kepatuhan.
Saya juga menyadari bahwa cinta tanah air tidak tumbuh dari ruang kelas saja. Ia tumbuh dari pengalaman, dari interaksi dengan masyarakat, dari keterlibatan dalam kegiatan sosial. Ketika anak saya diajak untuk mengenal budaya lokal, membantu tetangga, atau berpartisipasi dalam kegiatan lingkungan, saya melihat nilai-nilai Pancasila hidup dalam dirinya. Maka, saya berharap sekolah tidak hanya mengajarkan Pancasila, tetapi juga menciptakan ekosistem yang memungkinkan anak-anak mengalami dan menghidupi nilai-nilai tersebut.
Sebagai orang tua, saya ingin menjadi bagian dari proses ini. Saya ingin tahu apa yang diajarkan di sekolah, berdialog dengan guru, dan mendampingi anak saya dalam memahami nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan Pancasila tidak boleh menjadi tanggung jawab sekolah semata, tetapi harus menjadi gerakan bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Akhirnya, saya percaya bahwa kedua pandangan—yang idealis dan yang kritis—harus berjalan berdampingan. Kita perlu bermimpi besar tentang generasi yang aktif dan cinta tanah air, tetapi juga harus jujur terhadap tantangan yang ada. Sebagai orang tua, saya tidak hanya berharap, tetapi juga siap berkontribusi. Karena masa depan Indonesia bukan hanya ditentukan oleh kurikulum, tetapi oleh nilai-nilai yang kita tanamkan bersama dalam hati anak-anak kita.
Berikut Kumpulan Perangkat Deep Learning Pendidikan Pancasila Kelas 5 Lengkap dapat dilihat pada daftar informasi dibawah ini:
- Analisi Alokasi Waktu
- ATP
- CP
- Format Lampiran Penilaian
- JURNAL HARIAN MENGAJAR
- KKTP
- LKPD
- MODUL AJAR
- Penilaian Harian
- PROSEM
- PROTA
- STS & SAS