Saluran Guru Indonesia -GABUNG SEKARANG !

Perangkat Deep Learning Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Fiqih Kelas 8 Lengkap !

Pembelajaran Mendalam dalam Fiqih: Jangan Terjebak dalam Romantisme Metode. Gagasan bahwa pembelajaran mendalam dalam pelajaran Fiqih dapat membentuk pribadi siswa madrasah yang aktif dan menciptakan kondisi belajar yang berkelanjutan terdengar ideal dan progresif. Namun, sebagai pendidik yang bergelut langsung dengan realitas kelas, saya merasa perlu mengkritisi romantisme di balik gagasan ini. Pembelajaran mendalam bukan sekadar metode unggulan yang bisa diterapkan begitu saja. Ia menuntut perubahan paradigma, struktur, dan budaya belajar yang belum tentu siap di semua madrasah.

Pertama, mari kita jujur: pelajaran Fiqih di madrasah sering kali diajarkan secara normatif dan dogmatis. Siswa dituntut untuk menghafal hukum, memahami dalil, dan menjawab soal sesuai kitab. Diskusi kritis, eksplorasi konteks, atau refleksi nilai jarang terjadi. Dalam kondisi seperti ini, pembelajaran mendalam bisa menjadi jargon kosong. Bagaimana mungkin siswa aktif dan reflektif jika ruang berpikir mereka dibatasi oleh pendekatan tekstual yang tidak memberi ruang untuk bertanya, meragukan, atau menafsirkan?

Kedua, pembelajaran mendalam menuntut guru yang bukan hanya menguasai materi, tetapi juga mampu membangun dialog, merancang pembelajaran kontekstual, dan memahami psikologi siswa. Sayangnya, banyak guru Fiqih masih terjebak dalam pola pengajaran tradisional. Mereka lebih nyaman menyampaikan isi kitab daripada membuka ruang diskusi. Bahkan, dalam beberapa kasus, pertanyaan kritis siswa dianggap sebagai bentuk pembangkangan. Dalam iklim seperti ini, pembelajaran mendalam bukan hanya sulit, tetapi bisa dianggap mengganggu tatanan.

Ketiga, kita perlu mengkritisi asumsi bahwa pembelajaran mendalam otomatis menciptakan kondisi belajar yang berkelanjutan. Belajar yang berkelanjutan lahir dari relevansi, bukan dari metode. Jika siswa tidak melihat keterkaitan antara pelajaran Fiqih dan kehidupan mereka, maka pembelajaran akan berhenti di ruang kelas. Banyak siswa tidak tahu bagaimana hukum waris, zakat, atau muamalah berhubungan dengan realitas sosial mereka. Mereka belajar untuk ujian, bukan untuk hidup. Maka, sebelum bicara tentang keberlanjutan, kita harus bicara tentang relevansi.

Keempat, pembelajaran mendalam sering kali diasumsikan sebagai solusi universal. Padahal, tidak semua siswa cocok dengan pendekatan ini. Ada siswa yang lebih nyaman dengan struktur, hafalan, dan rutinitas. Ada pula yang belum siap untuk berpikir kritis atau reflektif. Memaksakan pembelajaran mendalam tanpa mempertimbangkan kesiapan siswa bisa berujung pada kebingungan dan frustrasi. Pendidikan harus adaptif, bukan dogmatis terhadap satu pendekatan.

Kelima, kita perlu waspada terhadap jebakan metode. Terlalu fokus pada pembelajaran mendalam bisa membuat kita lupa bahwa inti dari pelajaran Fiqih adalah pembentukan akhlak dan kesadaran hukum Islam. Metode hanyalah alat, bukan tujuan. Jika pembelajaran mendalam tidak menghasilkan pribadi yang lebih jujur, adil, dan bertanggung jawab, maka ia gagal. Kita tidak butuh siswa yang kritis tetapi kehilangan adab, atau aktif tetapi tidak memahami hikmah.

Namun, bukan berarti pembelajaran mendalam harus ditolak. Justru, ia perlu direformulasi agar sesuai dengan konteks madrasah. Dalam pelajaran Fiqih, pembelajaran mendalam bisa diwujudkan melalui pendekatan kontekstual, studi kasus lokal, atau integrasi nilai-nilai sosial. Misalnya, membahas hukum jual beli dengan studi pasar tradisional di sekitar madrasah, atau membahas etika media sosial dalam perspektif Fiqih. Pendekatan ini lebih membumi dan relevan.

Guru juga perlu diberi ruang untuk bereksperimen tanpa tekanan metode. Mereka harus didukung untuk menjadi pendidik yang reflektif, bukan hanya pelaksana kurikulum. Pelatihan guru harus menekankan pada pemahaman nilai, bukan sekadar teknik. Evaluasi pun harus menilai proses berpikir dan sikap, bukan hanya hasil akhir.

Sebagai penutup, pembelajaran mendalam dalam pelajaran Fiqih bukanlah solusi instan atau metode ajaib. Ia adalah proses panjang yang menuntut perubahan budaya belajar, paradigma guru, dan relevansi kurikulum. Kita harus berhenti meromantisasi metode dan mulai membangun ekosistem pendidikan yang berpihak pada siswa. Fiqih harus diajarkan bukan hanya sebagai ilmu hukum, tetapi sebagai jalan hidup yang membentuk manusia beradab. Jika itu tercapai, maka pembelajaran mendalam bukan lagi sekadar metode, tetapi menjadi ruh pendidikan madrasah.

Berikut Perangkat Deep Learning Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Fiqih Kelas 8 Lengkap dapat dilihat pada daftar informasi dibawah ini:

Lihat juga:

Posting Komentar

© DEEP LEARNING. All rights reserved. Developed by Jago Desain