Suara Murid Madrasah: Belajar Akhlak dan Mendalam Itu Perlu, Tapi Harus Nyata. Sebagai murid di madrasah, saya sering mendengar bahwa kami harus berakhlak mulia dan belajar dengan sungguh-sungguh. Kami diajarkan tentang pentingnya sabar, jujur, tawakal, dan ilmu yang bermanfaat. Tapi jujur saja, kadang saya merasa nilai-nilai itu hanya ada di papan tulis, bukan dalam kehidupan kami sehari-hari. Maka, saya ingin menyampaikan pandangan saya sebagai murid: bahwa menanamkan akhlak dan pembelajaran mendalam itu sangat penting, tapi harus dilakukan dengan cara yang nyata, relevan, dan tidak sekadar formalitas.
1. Akhlak: Jangan Hanya Jadi Ceramah
Setiap hari kami mendengar nasihat tentang akhlak. Tapi kadang kami bingung, kenapa guru menyuruh kami jujur, tapi saat ujian ada yang membiarkan contekan? Kenapa kami diajarkan adab, tapi saat kami ingin bertanya, kami dimarahi karena dianggap membantah?
Bagi saya, akhlak itu bukan sekadar tahu definisinya, tapi bagaimana kami diperlakukan dan diajak untuk mempraktikkannya. Saya ingin:
• Guru yang menjadi teladan, bukan hanya pemberi nasihat. Kalau guru sabar, kami pun belajar sabar. Kalau guru menghargai pendapat kami, kami pun belajar menghargai orang lain.
• Lingkungan madrasah yang adil dan manusiawi. Kalau kami melakukan kesalahan, kami ingin dibimbing, bukan langsung dihukum. Kalau kami berbuat baik, kami ingin dihargai, bukan diabaikan.
• Akhlak yang relevan dengan kehidupan kami. Kami ingin belajar bagaimana bersikap di media sosial, bagaimana menghadapi tekanan teman sebaya, dan bagaimana tetap berakhlak di dunia yang serba cepat.
2. Pembelajaran Mendalam: Kami Ingin Belajar yang Bermakna
Di madrasah, kami belajar banyak hal: fiqih, matematika, bahasa Arab, sejarah Islam, dan lainnya. Tapi sering kali kami hanya diminta menghafal, mengerjakan soal, dan mengejar nilai. Padahal, kami ingin belajar dengan cara yang membuat kami paham, tertarik, dan merasa pelajaran itu berguna.
Saya merasa pembelajaran mendalam itu penting karena:
• Kami ingin tahu “mengapa” dan “bagaimana”, bukan hanya “apa”. Misalnya, bukan hanya tahu rukun salat, tapi mengapa salat itu penting dan bagaimana salat bisa membuat kami lebih tenang.
• Kami ingin belajar dengan cara yang aktif dan kreatif. Kalau kami diajak membuat proyek, berdiskusi, atau menulis refleksi, kami lebih semangat dan merasa dihargai.
• Kami ingin pelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata. Misalnya, pelajaran ekonomi Islam dikaitkan dengan jual beli di pasar, atau pelajaran akhlak dikaitkan dengan masalah bullying di sekolah.
Tapi kami juga tahu, guru punya banyak tugas, waktu terbatas, dan kadang tidak sempat membuat pembelajaran yang mendalam. Maka, kami ingin madrasah memberi ruang bagi guru untuk berinovasi dan tidak hanya mengejar administrasi.
3. Hubungan Guru dan Murid: Kunci Segalanya
Bagi saya, hubungan antara guru dan murid adalah kunci keberhasilan pendidikan akhlak dan pembelajaran mendalam. Kalau guru hanya memerintah, kami akan patuh tapi tidak paham. Tapi kalau guru mau mendengar, berdialog, dan membimbing, kami akan tumbuh.
Saya ingin:
• Guru yang mau mendengarkan suara kami. Kadang kami punya pendapat, ide, atau pertanyaan, tapi takut dianggap tidak sopan.
• Guru yang memberi ruang untuk gagal dan belajar. Kami tidak selalu bisa langsung paham atau berakhlak sempurna. Kami butuh proses, dan kami ingin guru mendampingi, bukan menghakimi.
• Guru yang mengajak kami berpikir, bukan hanya menerima. Kalau kami diajak berdiskusi, kami merasa dihargai dan lebih paham.
4. Madrasah Sebagai Rumah Kedua
Saya ingin madrasah menjadi tempat yang membuat kami merasa aman, dihargai, dan berkembang. Bukan hanya tempat ujian dan aturan. Kalau madrasah bisa menjadi rumah kedua, kami akan belajar dengan hati, bukan hanya dengan kepala.
Saya berharap:
• Madrasah memberi ruang untuk kegiatan yang membentuk karakter, seperti mentoring, kegiatan sosial, dan refleksi nilai.
• Madrasah tidak hanya menilai kami dari angka, tapi juga dari proses, sikap, dan usaha.
• Madrasah melibatkan kami dalam pengambilan keputusan, agar kami belajar tanggung jawab dan merasa memiliki.
Sebagai murid, saya tidak menolak akhlak dan pembelajaran mendalam. Justru saya ingin itu menjadi bagian dari hidup saya. Tapi saya ingin itu dilakukan dengan cara yang nyata, manusiawi, dan relevan. Kami bukan hanya objek pendidikan, tapi subjek yang bisa berpikir, merasa, dan berkembang. Kalau madrasah mau mendengarkan suara kami, saya yakin kami bisa menjadi generasi yang berakhlak, cerdas, dan bermakna.
Berikut Perangkat Deep Learning Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Akidah Akhlak Kelas 6 Lengkap !