Saluran Deep Learning -GABUNG SEKARANG !

Perangkat Deep Learning Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Fiqih Kelas 2 Lengkap !

Menimbang Ulang Pendekatan Deep Learning dalam Pembelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah

Gagasan bahwa pendekatan deep learning merupakan strategi utama dalam penanaman nilai-nilai fiqih di madrasah ibtidaiyah memang menarik dan idealistik. Namun, dalam praktik pendidikan dasar Islam, pendekatan ini perlu ditinjau ulang secara kritis. Tidak semua konteks madrasah, guru, dan peserta didik siap mengadopsi pendekatan yang menuntut kedalaman refleksi, keterhubungan konsep, dan pemikiran abstrak. Justru, pada tahap awal pendidikan, pendekatan yang lebih konkret, terstruktur, dan berbasis pembiasaan bisa jadi lebih efektif dalam membentuk fondasi nilai-nilai fiqih.

Perangkat Deep Learning Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Fiqih Kelas 2 Lengkap !

Realitas Perkembangan Anak dan Keterbatasan Kognitif

Anak usia 7–12 tahun memang berada dalam tahap operasional konkret, namun kemampuan berpikir abstrak dan reflektif mereka masih terbatas. Pendekatan deep learning yang menuntut analisis makna, refleksi nilai, dan sintesis konsep bisa menjadi beban kognitif yang tidak proporsional. Dalam praktiknya, anak lebih mudah memahami fiqih melalui rutinitas, contoh nyata, dan pengulangan perilaku. Misalnya, anak lebih cepat memahami pentingnya salat dengan melihat guru dan orang tua melakukannya secara konsisten, daripada melalui diskusi filosofis tentang makna komunikasi dengan Tuhan.

Dalam konteks ini, pendekatan behavioristik dan direct instruction justru memiliki tempat penting. Pembiasaan, penguatan positif, dan keteladanan menjadi kunci dalam membentuk karakter fiqih anak. Anak belajar melalui imitasi dan repetisi, bukan melalui refleksi mendalam. Maka, pendekatan deep learning perlu diposisikan sebagai pelengkap, bukan sebagai pendekatan utama.

Kesiapan Guru dan Infrastruktur Madrasah

Pendekatan deep learning menuntut guru yang memiliki kompetensi pedagogis tinggi, kemampuan reflektif, dan kreativitas dalam merancang pembelajaran kontekstual. Sayangnya, banyak guru madrasah ibtidaiyah masih berjuang dengan keterbatasan sumber daya, beban administrasi, dan minimnya pelatihan pedagogis. Mengharapkan mereka menerapkan deep learning secara konsisten bisa menjadi tuntutan yang tidak realistis.

Selain itu, kurikulum fiqih di tingkat ibtidaiyah masih sangat padat dan berbasis konten. Guru dituntut menyelesaikan materi hukum-hukum dasar seperti thaharah, salat, zakat, puasa, dan haji dalam waktu terbatas. Pendekatan deep learning yang memerlukan waktu untuk eksplorasi dan refleksi bisa berbenturan dengan tuntutan kurikulum dan evaluasi berbasis pengetahuan faktual.

Risiko Dekontekstualisasi dan Abstraksi Berlebihan

Pendekatan deep learning yang terlalu menekankan pemaknaan dan refleksi bisa berisiko mengaburkan aspek hukum dan struktur fiqih itu sendiri. Fiqih sebagai disiplin ilmu memiliki kerangka sistematis, logika hukum, dan batasan-batasan yang jelas. Jika terlalu dimaknai secara subjektif, bisa terjadi dekontekstualisasi atau bahkan distorsi pemahaman.

Misalnya, dalam pembahasan tentang tayamum, anak bisa saja terlalu fokus pada makna spiritual kesucian dan melupakan syarat-syarat teknis yang harus dipenuhi. Padahal, fiqih adalah ilmu yang mengatur tindakan lahiriah secara presisi. Maka, pendekatan yang menyeimbangkan antara aspek hukum dan nilai menjadi lebih tepat daripada pendekatan yang terlalu menekankan kedalaman makna.

Alternatif: Pendekatan Spiral dan Kontekstual Bertahap

Sebagai alternatif, pendekatan spiral dan kontekstual bertahap bisa lebih sesuai untuk madrasah ibtidaiyah. Anak diperkenalkan pada hukum fiqih secara sederhana dan konkret, lalu secara bertahap dimaknai lebih dalam seiring perkembangan usia dan kognitif. Misalnya, di kelas 1–3, anak belajar praktik wudhu dan salat secara rutin. Di kelas 4–6, mereka mulai diajak memahami alasan dan nilai di balik praktik tersebut.

Pendekatan ini memungkinkan anak membangun fondasi perilaku terlebih dahulu, lalu memperluas pemahaman secara bertahap. Guru pun tidak terbebani dengan tuntutan refleksi mendalam sejak awal, tetapi tetap memiliki ruang untuk membangun makna secara kontekstual.

Penutup: Menyeimbangkan Ideal dan Realitas

Pendekatan deep learning dalam pembelajaran fiqih di madrasah ibtidaiyah adalah gagasan yang bernilai, namun perlu disesuaikan dengan realitas perkembangan anak, kesiapan guru, dan struktur kurikulum. Pendidikan dasar Islam harus berangkat dari pembiasaan, keteladanan, dan struktur hukum yang jelas, lalu secara bertahap mengembangkan pemahaman nilai dan refleksi. Dengan pendekatan yang seimbang, fiqih bisa menjadi ilmu yang membentuk perilaku sekaligus menyemai kesadaran spiritual anak secara bertahap dan berkelanjutan. 

Berikut Perangkat Deep Learning Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Fiqih Kelas 2 Lengkap :

Posting Komentar

© DEEP LEARNING. All rights reserved. Developed by Jago Desain