Saluran Guru Indonesia -GABUNG SEKARANG !

Perangkat Deep Learning Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Akidah Akhlak Kelas 8 Lengkap !

Akidah dan Akhlak di Madrasah: Antara Kearifan dan Tantangan Pembelajaran Mendalam. Sudah saatnya kita berhenti memandang akidah dan akhlak sebagai sekadar pelengkap dalam kurikulum madrasah. Selama ini, keduanya sering diposisikan sebagai “penyejuk” di tengah hiruk-pikuk pelajaran eksakta dan ujian nasional. Padahal, jika kita bicara tentang pembelajaran mendalam dan masa depan generasi madrasah, akidah dan akhlak justru harus menjadi poros utama—bukan hanya nilai, tetapi metode, orientasi, dan bahkan paradigma pendidikan itu sendiri.

Namun, mari kita kritisi: apakah pembelajaran akidah dan akhlak di madrasah benar-benar mendalam? Ataukah hanya ritual normatif yang berulang tanpa makna? Banyak madrasah masih terjebak pada pendekatan dogmatis: hafalan rukun iman, definisi akhlak terpuji, dan penilaian perilaku yang bersifat administratif. Akidah diajarkan sebagai rumus, bukan sebagai jalan spiritual. Akhlak dinilai dari absensi dan tata tertib, bukan dari proses refleksi dan transformasi diri. Di sinilah letak masalahnya: kita kehilangan kedalaman karena terlalu sibuk dengan permukaan.

Pembelajaran mendalam menuntut keterlibatan eksistensial siswa—mereka harus berpikir, merasakan, dan mengalami. Akidah seharusnya menjadi ruang kontemplatif untuk bertanya: siapa aku? Untuk apa aku hidup? Bagaimana aku berkontribusi pada semesta? Sementara akhlak bukan sekadar sopan santun, tetapi keberanian moral untuk bersikap benar di tengah tekanan sosial. Jika madrasah gagal menghadirkan ruang dialog, refleksi, dan keberanian berpikir, maka akidah-akhlak hanya akan menjadi jargon spiritual yang kehilangan daya ubah.

Kearifan madrasah bukan terletak pada tradisi semata, tetapi pada kemampuan mentransformasikan tradisi menjadi relevansi. Banyak madrasah bangga dengan rutinitas shalat dhuha, tadarus, dan kultum. Tapi apakah siswa memahami makna spiritual di baliknya? Apakah mereka mampu mengaitkan nilai-nilai itu dengan tantangan zaman: krisis lingkungan, konflik sosial, atau kecanduan digital? Tanpa koneksi kontekstual, kearifan berubah menjadi formalitas. Kita butuh madrasah yang berani mengaitkan akidah-akhlak dengan isu-isu kontemporer, bahkan yang kontroversial, agar siswa belajar berpikir kritis secara spiritual.

Lebih tajam lagi, kita harus mengakui bahwa sebagian madrasah masih mempraktikkan pendidikan akhlak yang represif. Siswa dituntut patuh, bukan tumbuh. Mereka diajarkan untuk diam, bukan berdialog. Padahal, akhlak dalam Islam adalah ekspresi kemerdekaan jiwa yang tunduk kepada kebenaran, bukan kepada kekuasaan manusia. Jika madrasah ingin membentuk generasi madani yang tangguh, maka pendidikan akhlak harus berbasis kesadaran, bukan ketakutan. Guru harus menjadi fasilitator nilai, bukan penjaga disiplin semata.

Dalam konteks pembelajaran mendalam, akidah dan akhlak harus diintegrasikan ke dalam seluruh mata pelajaran. Fisika harus mengajarkan keagungan ciptaan Allah. Matematika harus menumbuhkan kejujuran berpikir. Bahasa harus menjadi sarana membangun empati. Akidah-akhlak bukan mata pelajaran terpisah, tetapi napas yang menghidupkan seluruh kurikulum. Sayangnya, banyak guru belum dibekali dengan kompetensi pedagogis untuk melakukan integrasi ini. Maka, reformasi guru menjadi kunci: mereka harus dilatih untuk menjadi pemikir spiritual, bukan hanya pengajar materi.

Kita juga perlu menggeser orientasi evaluasi. Nilai akhlak tidak bisa diukur dengan angka. Pembelajaran mendalam menuntut asesmen yang bersifat naratif, reflektif, dan berbasis proses. Siswa harus diajak menulis jurnal spiritual, melakukan proyek sosial, dan berdiskusi tentang dilema etis. Ini jauh lebih bermakna daripada sekadar mengisi lembar observasi perilaku. Madrasah harus berani meninggalkan model evaluasi lama dan membangun sistem penilaian yang menghargai kedalaman, bukan kepatuhan.

Akhirnya, tantangan terbesar bukan pada siswa, tetapi pada sistem. Jika madrasah masih dikejar target ujian nasional, akreditasi, dan ranking, maka pembelajaran akidah-akhlak akan terus terpinggirkan. Kita butuh keberanian struktural untuk menjadikan nilai sebagai tujuan utama pendidikan, bukan sekadar pelengkap. Madrasah harus menjadi ruang pembebasan spiritual, bukan hanya institusi formal. Di sinilah letak kearifan sejati: berani mendidik manusia, bukan hanya mencetak lulusan.

Berikut Perangkat Deep Learning Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Akidah Akhlak Kelas 8 Lengkap !

Posting Komentar

© DEEP LEARNING. All rights reserved. Developed by Jago Desain