Tanggapan Guru Al-Qur’an Hadis: Menyatukan Idealitas dan Realitas dalam Pembelajaran Al-Qur’an Hadis di MI
Sebagai guru Al-Qur’an Hadis yang telah lama mengajar di Madrasah Ibtidaiyah, saya menyambut baik diskusi yang berkembang seputar pendekatan pembelajaran Al-Qur’an Hadis. Pandangan yang menempatkan Al-Qur’an sebagai hal utama dalam pembelajaran, serta pandangan alternatif yang lebih kontekstual dan humanistik, keduanya mencerminkan semangat untuk memajukan pendidikan Islam yang bermakna. Namun, dari pengalaman saya di ruang kelas, saya merasa perlu menyampaikan tanggapan yang berpijak pada realitas pembelajaran, tantangan guru, dan kebutuhan siswa.
1. Al-Qur’an sebagai Sumber Nilai, Bukan Sekadar Materi
Saya sepakat bahwa Al-Qur’an harus menjadi sumber utama nilai dalam pendidikan madrasah. Namun, saya juga menyadari bahwa menjadikan Al-Qur’an sebagai “hal utama” dalam pembelajaran tidak cukup hanya dengan memperbanyak hafalan atau memperdalam tafsir. Yang lebih penting adalah bagaimana nilai-nilai Al-Qur’an dihidupkan dalam perilaku siswa, interaksi sosial, dan budaya madrasah. Dalam praktiknya, saya sering melihat siswa yang hafal banyak ayat, tetapi belum memahami makna dan tidak menunjukkan perubahan sikap. Ini menjadi refleksi bahwa pendekatan kita perlu ditinjau ulang.
2. Pembelajaran Mendalam: Ideal yang Perlu Disesuaikan
Pendekatan pembelajaran mendalam sangat menarik secara konsep. Saya pernah mencoba mengajak siswa merenungkan makna QS. Al-Ma’un, berdiskusi tentang anak yatim dan fakir miskin, bahkan membuat proyek berbagi makanan. Hasilnya luar biasa: siswa lebih terlibat dan memahami nilai ayat secara nyata. Namun, saya juga menghadapi tantangan: tidak semua siswa mampu berpikir reflektif, dan tidak semua guru memiliki waktu dan sumber daya untuk merancang pembelajaran seperti itu setiap hari.
Saya merasa bahwa pembelajaran mendalam perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak dan kondisi madrasah. Di kelas saya, saya menggabungkan pendekatan mendalam dengan metode visual, cerita, permainan, dan kegiatan sosial. Dengan cara ini, siswa bisa belajar secara menyenangkan dan tetap memahami nilai-nilai Al-Qur’an.
3. Menyambut Pendekatan Kontekstual dan Humanistik
Saya sangat mengapresiasi pandangan yang mendorong pembelajaran Al-Qur’an Hadis yang lebih kontekstual dan humanistik. Anak-anak MI bukanlah miniatur orang dewasa. Mereka belajar melalui pengalaman, rasa ingin tahu, dan interaksi sosial. Maka, menghadirkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk cerita, drama, gambar, dan kegiatan nyata sangat membantu mereka memahami dan menghayati makna.
Saya pernah mengajarkan QS. Al-Fil melalui cerita bergambar dan permainan peran. Siswa sangat antusias, dan mereka bisa menceritakan kembali kisah tersebut dengan penuh semangat. Lebih dari itu, mereka belajar tentang kekuasaan Allah, keberanian, dan perlindungan terhadap kebenaran. Ini menunjukkan bahwa pendekatan humanistik tidak mengurangi nilai spiritual, justru memperkuatnya.
4. Peran Guru sebagai Penjaga Ruh dan Dinamika Pembelajaran
Sebagai guru yang telah lama mengajar, saya merasa bahwa peran kami bukan hanya menyampaikan materi, tetapi menjaga ruh pembelajaran. Kami harus menjadi teladan dalam membaca dan mengamalkan Al-Qur’an, tetapi juga menjadi pendamping yang memahami dunia anak. Kami harus mampu menjembatani antara teks dan konteks, antara nilai dan kenyataan.
Saya juga menyadari bahwa banyak guru yang membutuhkan dukungan untuk mengembangkan pendekatan yang lebih reflektif dan kontekstual. Maka, pelatihan, komunitas belajar, dan ruang dialog antar guru sangat penting untuk memperkuat kapasitas kami.
5. Menuju Pembelajaran Al-Qur’an Hadis yang Membumi dan Mencerahkan
Akhirnya, saya melihat bahwa pembelajaran Al-Qur’an Hadis di MI harus membumi dan mencerahkan. Kita tidak cukup hanya menanamkan hafalan atau makna ayat, tetapi harus membangun kesadaran, kepedulian, dan karakter siswa. Kita perlu menggabungkan pendekatan spiritual, reflektif, kontekstual, dan kreatif agar pembelajaran menjadi utuh dan berdampak.
Saya berharap madrasah dan para pemangku kebijakan mendukung guru dalam menjalankan pendekatan ini. Kita butuh kurikulum yang fleksibel, sumber belajar yang variatif, dan budaya madrasah yang mendukung pembelajaran yang bermakna.
Berikut Perangkat Deep Learning Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Al-Quran Hadist Kelas 5 Lengkap
%20Al-Quran%20Hadis%20Kelas%205%20Lengkap%20!%20-%20Proscar.Live.jpg)