Saluran Guru Indonesia -GABUNG SEKARANG !

Perangkat Deep Learning Seni Budaya & Prakarya Kelas 12

 Pandangan Orang Tua terhadap Strategi Pembelajaran SBdP: Antara Harapan dan Kenyataan

Sebagai orang tua, saya memandang pembelajaran Seni Budaya dan Prakarya (SBdP) bukan sekadar pelajaran tambahan, melainkan sebagai ruang penting dalam membentuk karakter, kreativitas, dan identitas anak. Di tengah arus digitalisasi dan globalisasi yang begitu cepat, SBdP menjadi benteng yang menjaga anak-anak tetap terhubung dengan akar budaya mereka, sekaligus memberi mereka ruang untuk mengekspresikan diri secara bebas dan bermakna.

Perangkat Deep Learning Seni Budaya & Prakarya Kelas 12

Namun, saya juga menyadari bahwa strategi pembelajaran yang impresif tidak selalu mudah diterapkan. Ada harapan besar dari kami sebagai orang tua, tetapi juga tantangan nyata yang dihadapi guru dan sekolah.

🎭 1. SBdP Sebagai Wadah Ekspresi dan Keseimbangan Emosional

Anak-anak saat ini hidup dalam tekanan akademik yang tinggi. Tugas menumpuk, ujian berulang, dan tuntutan nilai membuat mereka rentan stres. Di sinilah SBdP berperan sebagai ruang yang lebih bebas, di mana anak bisa mengekspresikan perasaan, ide, dan imajinasi mereka tanpa takut salah.

Saya melihat anak saya lebih ceria ketika pulang dari kelas seni. Ia bercerita tentang melukis, membuat prakarya dari barang bekas, atau belajar tarian daerah. Ekspresi wajahnya berbeda—lebih hidup. Ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran yang memberi ruang ekspresi sangat penting, bukan hanya untuk aspek kognitif, tetapi juga keseimbangan emosional.

🧠 2. Harapan Akan Pembelajaran yang Mendalam dan Kontekstual

Sebagai orang tua, saya berharap SBdP tidak hanya mengajarkan teknik menggambar atau membuat kerajinan, tetapi juga mengajak anak memahami makna di balik karya seni dan budaya. Misalnya, ketika anak belajar membuat batik, saya ingin ia tahu filosofi motifnya, sejarahnya, dan bagaimana batik menjadi simbol identitas bangsa.

Strategi pembelajaran yang impresif seharusnya mengaitkan seni dengan kehidupan nyata. Anak-anak perlu diajak berdialog tentang nilai-nilai budaya, keberagaman, dan bahkan isu sosial melalui karya mereka. Dengan begitu, pembelajaran menjadi lebih mendalam dan membentuk cara pandang yang kritis serta empatik.

🧵 3. Tantangan Fasilitas dan Dukungan Sekolah

Namun, saya juga tidak menutup mata terhadap tantangan yang dihadapi sekolah. Banyak sekolah kekurangan fasilitas seni: ruang praktik terbatas, alat musik tidak lengkap, bahan prakarya harus dibeli sendiri oleh siswa. Ini tentu menjadi kendala dalam menerapkan strategi pembelajaran yang ideal.

Sebagai orang tua, saya merasa perlu ikut berperan. Kami bisa membantu melalui komite sekolah, mendukung pengadaan alat, atau bahkan mengundang pelaku seni lokal untuk berbagi pengalaman. Strategi impresif tidak bisa berjalan sendiri—ia butuh kolaborasi antara guru, orang tua, dan komunitas.

📱 4. Teknologi sebagai Jembatan, Bukan Pengganti

Saya juga melihat potensi besar teknologi dalam pembelajaran SBdP. Anak saya pernah membuat video pendek tentang tarian Minang dan mengunggahnya ke media sosial. Ia belajar bukan hanya soal gerakan, tetapi juga tentang produksi konten, kerja tim, dan cara menyampaikan pesan budaya secara modern.

Strategi pembelajaran yang mengintegrasikan teknologi secara kreatif sangat kami dukung. Namun, kami juga berharap guru tetap menekankan nilai-nilai budaya dan proses kreatif, bukan sekadar hasil digital yang viral. Teknologi harus menjadi jembatan antara tradisi dan inovasi, bukan pengganti esensi seni itu sendiri.

🧭 5. Peran Orang Tua dalam Mendorong Apresiasi Seni

Kami menyadari bahwa pembelajaran SBdP tidak berhenti di sekolah. Di rumah, kami berusaha memberi ruang bagi anak untuk berkarya. Kami memajang lukisannya di ruang tamu, menonton pertunjukan seni bersama, dan berdiskusi tentang budaya lokal. Ini bukan hanya bentuk dukungan, tetapi juga cara kami membangun apresiasi seni sejak dini.

Strategi impresif akan lebih berdampak jika didukung oleh lingkungan keluarga yang menghargai proses kreatif anak. Kami tidak menilai karya anak dari “bagus atau tidak”, tetapi dari usaha, ide, dan keberanian berekspresi.

Penutup

Sebagai orang tua, kami melihat SBdP sebagai mata pelajaran yang sangat penting dalam membentuk anak yang kreatif, berbudaya, dan berkarakter. Strategi pembelajaran yang impresif harus mampu menjembatani antara idealisme pendidikan dan realitas di lapangan. Kami berharap guru dan sekolah terus berinovasi, dan kami siap mendukung dari sisi keluarga.

Seni bukan hanya soal keterampilan, tetapi tentang menjadi manusia yang utuh—yang bisa merasakan, memahami, dan mencipta. Dan kami percaya, SBdP adalah salah satu jalan terbaik untuk itu.

Perangkat Deep Learning Seni Budaya & Prakarya Kelas 12:

Seni Budaya

1. Seni Musik

2. Seni Rupa

3. Seni Teater

4. Seni Tari

Prakarya

1. Budidaya

2. Kerajinan

3. Pengolahan

4. Rekayasa

Lihat juga:

إرسال تعليق

© DEEP LEARNING. All rights reserved. Developed by Jago Desain